Monday, September 15, 2014

Seputar Bensin

“Kenapa? Kok ketawa…?”, tanya saya.
“Nggak apa-apa, pak…”, jawab si petugas pom bensin.

***

Para pelaku bisnis di pom bensin, khususnya para pembeli bensin, mungkin punya banyak cerita seputar aktifitas yang pernah mereka lakukan di sana.
Belum lama ini malah, lantaran bermula dari peristiwa di pom bensin jua-lah seorang warga negara bisa terkena kasus pidana, akibat tidak bisanya menjaga (tu)lisan di sosmed.

Tapi tenang saja….
Penggalan percakapan di atas tadi gak ada unsur-unsur ke arah pertikaian kok

Itu terjadi pada dua hari Sabtu lalu ketika saya mau mengisi bensin.
Saat itu, setelah saya memberi instruksi minta di-isikan Pertamax, saya melihat secara sekilas si petugas tertawa kecil dengan temannya yang berada di jalur pengisian sebelah.
“Kenapa? Kok ketawa…?”, tanya saya. Menyelidik.
“Nggak apa-apa, pak…. Kok kebalik…. Yang itu malah minta di-isikan Premium…”, sambil mengarahkan muka ke sebuah mobil di jalur sebelah. Sebuah mobil anyar, yang harganya ber-lipat-lipat kali dari nilai maharnya Marzo.
“Ooo…. ”, saya jadi maklum.
“Saya sayang sama mesin mobil saya…”, saya berikan komentar pendek.

Yups. Sudah hampir setahun belakangan ini, saya memberi Marzo dengan bensin oktan 92.
Di-isikan ‘Pertamax’ di pom bensin Pertamina, kalo kebetulan baru keluar rumah.
Di-isikan ‘Super’ di pom bensin Shell, kalo kebetulan pengen ngisi angin ban gratisan. Hehe..
Atau, ‘Performace’ di pom bensin Total di dekat rumah, kalo kebetulan bensin lagi tiris dalam perjalanan pulang menuju rumah. (Untuk keadaan darurat saja. Karena harga di Total selalu lebih mahal sekitar 500 sampai 900 rupiah dari harga Pertamax dan Super-nya Shell).


Patuh dengan himbauan pemerintah yang bilang Premium hanya untuk golongan tidak mampu?
Ah, nggak juga. Jargon tersebut kurang pas, menurut saya. Definisi ukuran 'mampu' itu kan relatif.

Kebiasaan “ber-oktan 92 ria” ini mulai terjadi sejak kasus boros minum-nya Marzo sekitar pertengahan tahun lalu.
Hasil diskusi dengan pak Asep yang membantu saya mencari solusi pada waktu itu, kemungkinan karena EF terlalu dini berputar ketika masih di suhu bawah, sehingga mesin selalu over cooling. Lalu soal faktor bensin yang terbakar sebelum waktunya juga salah satu topik yang kami bincangkan waktu itu.

Masalah EF beres dengan mengganti Thermoswitch di EF dan sensor suhu di mesin.
Soal bensin, setelah cari-cari tahu, akhirnya saya putuskan untuk “naik kelas”, mencoba memakai bensin ber-oktan 92.
Saya jadi ingat juga, pak Bambang, pemilik sebelumnya, pernah berkata kalau Marzo selalu diisi Pertamax.

Awalnya, untuk beberapa lama, masih oplosan dengan Premium.
Baru pas persis sejak Oktober tahun lalu, saya isikan bensin oktan 92 secara kontinu.


Setelah naik kelas oktan, pemakaian bensin masih boros gak?
Masih belum memuaskan, jujur saja. Tapi saya masih bisa men-tolerir, karena masih ada faktor penyebab lain yang belum dibereskan, misalnya kaki-kaki.
Feeling saya, sepertinya pemakaian bensin Marzo bisa optimum dan lebih irit kalo memakai campuran Pertamax dengan Premium. Namun untuk mendapat rasio perbandingannya yang pas akan butuh waktu untuk 'try & error' lagi. Sayangnya, saya belum ada 'mood' untuk hal ini dan untuk saat ini.

Sebagai penutup, ada alasan lain yang bikin saya agak segan memakai Premium ke depannya nanti. Yaitu, saya malas mengurus dan mendaftar RFID… hehe….



////

No comments:

Post a Comment