Friday, November 30, 2018

Seputar Ban


Kalo kebetulan lagi ada urusan ngebongkar roda, biasanya ada satu item kerjaan iseng.
Yaitu, nyongkelin batu-batu atau kerikil kecil yang nyangkut di alur permukaan ban.




Awalnya, saya lakukan ini karena faktor estetika semata. Nggak enak dilihat mata.

Satu waktu saya pernah meng-google. Ternyata cukup banyak tulisan atau artikel seputar persoalan kerikil di ban ini.


Bisa disimpulkan secara singkat, bahwa kalo kerikil-kerikil ini dibiarkan menyelip di ban, lama kelamaan akan membahayakan.  Bisa membuat ban bocor tertembus kerikil yang tertekan terus oleh aspal atau jalanan.

////

Wednesday, October 31, 2018

Seputar Newbie

Kalo ingat masa-masa awal, saat baru mempunyai Marzo, terkadang ada beberapa hal yang terasa konyol kalau dipikirin pada saat ini, atau dipikirin saat baru mengetahui hal yang sebenarnya.

Salah satunya, soal rem tangan.

Sebelum berpindah tangan, pak Bambang memang sudah menjelaskan kalo rem tangan nggak bisa dipakai, karena kabelnya putus. Ngakunya sih, putus setelah ngebetulin knalpot.

Kemudian, memang dasarnya karena masih newbie, dengan tanpa beban Marzo sempat saya bawa kemana-mana dengan kondisi tanpa rem tangan.
Pikiran simpel saya waktu itu adalah, pak Bambang saja bisa membawanya dari rumahnya di Pamulang ke tempat serah terima di Perdatam, kok saya nggak bisa.
Memang, terkadang urusan terasa jadi lebih mudah kalo dijalankan tanpa beban.

Setidaknya kondisi “hand brake-less” dialami selama beberapa minggu, sebelum akhirnya “ditepikan” di bengkel empang.
Setelah dibetulin om Chandra, maka rem tangan jadi berfungsi.
Tapi, konyolnya, saya malah nggak atau belum tahu cara mempergunakannya. Sebatas tahu hanya untuk kepentingan parkir saja.

Ketika perjalanan pulang dari bengkel ke rumah dan ber-macet-macet “nggak ria” di tanjakan (yang sebenarnya landai tapi panjang) di jalan Haji Juanda selepas Cirendeu menuju Lebak Bulus, asli, itu benar-benar menjadi satu sore yang mencekam, di tengah suasana hujan gerimis yang agak lebat.
Berulang kali Marzo ngesot, karena saya tidak tahu cara  mengkombinasikan antara gigi satu, rem kaki, rem tangan dan gas. Sampai-sampai mobil di belakang memberi jarak agak jauh dan nggak mau dekat-dekat. Sepertinya dia khawatir dengan gerak-gerik Marzo yang “mencurigakan”. Hehehe...

Alhamdulillah. Saya sampai dengan selamat sampai di rumah.
Setelahnya, hal yang pertama saya tanyakan ke saudara ipar waktu kami ketemu adalah bagaimana cara menggunakan rem tangan, terutama saat keadaan macet di tanjakan.

Gumaman manusiawi-pun muncul, “Oooh.... begitu caranya.... “.
Yah... maklumlah...
Namanya juga masih newbie.... hehehe...

////

Sunday, September 30, 2018

Tentang Talang Air


Sebentar lagi -sepertinya- mau musim hujan. Mengapa Marzo tidak pasang talang air?

Sebenarnya, sudah pernah. Dulu.

* * *

Di luar sono, istilah benda satu ini cukup banyak. Side visor, window visor, rain guards, wind deflector, de-el-es-be.
Di sini lebih populer dengan nama “talang air”.
[Walau saya sebenarnya nggak begitu suka dengan pemakaian kata  “talang” di sini. “Penghalang air”, mungkin lebih tepat begitu.]

Riwayatnya, saya beli secara online dari seorang fiater.
Saya beli pertengahan Januari 2014 dan baru dipasang dua bulan setelahnya.



Cara pasangnya relatif mudah.
Tinggal melepas double tape yang sudah disediakan di sepanjang sisi bagian yang menempel ke bingkai jendela mobil.


Walau sedikit agak mengherankan saya pada waktu itu. Mengapa kok masih disarankan untuk diberi lem lagi oleh si penjual. Bagian yang akan ditempel diolesin pakai lem Fox dulu, sarannya.




Beberapa hari setelah dipasang, beberapa bagian dari talang ada yang lepas. (Hmm.. apakah mungkin ini akibat nggak diolesin lem dulu?)
Kemudian ditempel lagi dengan memakai double tape yg mahalan. 3M.


Lebih kurang dua minggu kemudian, setelah habis bepergian, salah satu panel talang, yaitu sebelah kiri belakang, didapati ketahuan telah hilang. Haduuuh....
Kemungkinan besar, si talang ini “terbang” di jalan tol…. [Semoga nggak menimpa mobil orang].

Karena terasa aneh dengan hanya 3 panel yang masih terpasang, dan itu pun juga dengan kondisi yang sudah pada mau lepas tempelannya, maka saya copot saja semuanya.

Jadi umur talang air ini menempel di pintunya Marzo, nggak sampai 2 minggu.

* * *

Setiap mau memasangnya kembali, selalu terbentur dengan satu panel yang hilang tersebut. Nggak bagus kalo nggak komplit.

Pada pertengahan September 2016; salah satu panel talang pintu belakang yang masih tersisa saya hibahkan saja ke seorang fiater yang saat itu memang lagi membutuhkan.
Yah... lebih baik begini, ada yang memanfaatkannya, daripada nggak dipakai.

Sedangkan, sepasang panel talang pintu depan masih saya simpan.

////

Friday, August 31, 2018

Tentang Katup Pengimbang


Bahasa inggrisnya;  Pressure Regulating Valve.

Saya nggak tahu, apa bahasa atau istilah bakunya dalam dunia otomotif kita.
Selain disebut sebagai “Katup Pengimbang”, ada juga yang menulisnya sebagai “Katup Proporsi”. Atau, bahkan ada yang langsung menyingkatnya menjadi “Katup P”.
Pak Asep menyebutnya dengan istilah “master kodok”. Entah apa sebabnya.

Saya baca-baca dari beberapa referensi mengenai ini.

Dari Haynes;
The pressure regulating valve is a load proportioning valve which restricts the hydraulic pressure to the rear brakes according to car weight during heavy applications of the brake pedal. This prevents the rear wheels locking.”

Dari referensi lain, yang saya belum tahu judul bukunya;
It is also known as the Load Proportioning Valve. It alters the balance of the brakes, front to rear, according to the amount of load on the rear of the car.”

Jadi, si katup ini berfungsi membatasi dan menyeimbangkan tekanan hidrolik dari rem depan ke rem belakang, sesuai berat atau beban mobil (terutama di bagian belakang). Berfungsi juga untuk mencegah roda belakang terkunci.

Lebih kurang, begitulah teorinya. Walau sebetulnya saya nggak begitu ngerti-ngerti amat. Hehe...


Tahapan pekerjaan bongkar dan pasangnya -mungkin- bersambung ke tulisan berikutnya.

////

Tuesday, July 31, 2018

Masalah Rem Belakang

Menjelang lebaran kemarin, Marzo tetap saya upayakan untuk bisa dipakai pada hari H.

Padahal target awalnya, semua permasalahan terkait rem sudah dibereskan sebelum bulan puasa. 
Apa daya. Minggu-minggu dan hari-hari menjelang bulan puasa benar-benar sibuk.

Di bulan puasa ternyata situasi terbalik. “Time”-nya relatif ada dan memungkinkan, tetapi fisik “montir”-nya zero. Kepayahan, karena hawa selama bulan puasa kemarin benar-benar panas.

Saya pikir, setidaknya saya butuh satu hari untuk menyelesaikan item-item pekerjaan tersisa. Saya yakin, “satu hari” itu pasti ada.

Hari yang dinanti itupun tiba. Pada hari Selasa, atau hari ke-27 puasa, berhasil juga saya melaksanakan rencana untuk ngoprekin rem. All out. Dari pagi sampai sore.
Cuaca dan hawa memang sangat bersahabat seharian itu, mengisyaratkan tanda dan ciri khas dari malam ganjil yang banyak dicari-cari orang. Alhamdulillah.

Status terakhir atau permasalahan yang masih mengganjal adalah mengapa aliran cairan rem tidak sampai ke silinder rem belakang.

Master rem sudah diganti. Baru.
Silinder rem roda belakang, kanan dan kiri, juga sudah diganti baru.
Pipa yang berhubungan dengan silinder rem belakang juga sudah diperiksa dan di-tes. Lancar, alias tidak mampet.
Sehingga kecurigaan saya menuju ke benda yang disebut sebagai “master kodok”  Katup Pengimbang, atau "katup P". Kemungkinan mampet di situ.

Setelah seharian itu membongkar, kemudian menggantinya dengan suku cadang baru, akhirnya ketemu juga sumber masalahnya.

Biang keroknya ternyata bukanlah si “master kodok”  si katup  itu, melainkan selang fleksibel pendek yang menghubungkan pipa dari “master kodok”  si katup ke percabangan pipa menuju silinder rem roda belakang.



Karena sudah sore, maka urusan ngoprek diperpanjang satu hari.

* * *
Memulai hari berikutnya dengan masalah baru.

Selang ini mampet. Nggak bisa diakalin.
Sudah disodok-sodok sekalipun. Nggak efek.
Menurut pak Asep sewaktu saya tanya lewat telepon, selang itu mesti diganti. Nggak bisa ditawar-tawar lagi. Bagian dalam selang sudah rontok. Makanya jadi mampet.

Hari begini, H-2 menjelang lebaran, mau cari spare part kemana? Agak hopeless.
Mas Ano sudah ditanya, tapi dia nggak punya stok.
Toko Borobudur ditelpon, tidak diangkat. Kemungkinan sudah libur.
Ketika bendera putih nyaris dikibarkan, tiba-tiba teringat dengan bengkel Rudi cawang. Mungkin sudah libur, tapi bengkel yang sekaligus merupakan rumah tinggal itu bisa jadi masih ada penghuninya.
Maka pagi itu meluncurlah saya ke cawang.

Sesuai dugaan, bengkel sudah tutup tapi pintu pagar bisa diketuk. Lebih penting lagi, ternyata pak Rudi punya stok selang yang saya cari. Alhamdulillah.


Pada hari itu juga, selang baru langsung dipasang.

Dan cairan rem pun mengalir sampai nipel belakang.
Mission accomplished!


* * *


Apakah pada hari Lebaran itu, Marzo berhasil meluncur dari halaman?

Ah, sudahlah….

Ending story yang sampai saat ini masih bikin saya sebal bila mengingatnya…


////

Friday, June 29, 2018

Seputar Dunia Maya (3)

Di edisi ketiga ini, saya ingin menunjukkan tentang pendokumentasian perawatan kendaraan.
Beberapa orang mungkin berpikir hal ini tidak diperlukan, tetapi saya berpikir sebaliknya.
Saya pernah melihat excelsheet milik salah seorang Fiater, di mana terdata segala yang terkait dengan pemeliharaan mobilnya: item perbaikan, berikut ongkosnya; suku cadang yang dibeli atau diganti; dan lain sebagainya.
Selain bermanfaat untuk merekam jejak seperti yang disebut di atas, pembuatan "maintenance record" juga bisa menjadi sesuatu yang meng-asyikkan.

Sebagai contoh, sebuah situs dari Jepang. 
Jepang?

Ya. Jepang. Jepun.
Komunitas Fiat memang ada di negeri ini, dan beberapa tipe Fiat bisa eksis di sana.
Tapi, untuk variannya Marzo, sejauh ini saya belum pernah tahu, apakah ada atau tidak.

Jadi, situs yang kita kunjungi kali ini tidak membahas tentang saudara-saudaranya Marzo.
Melainkan salah satu tipe Fiat yang lain, yaitu Panda.

Situs ini saya temukan secara tidak sengaja,  akibat googling satu nomor spareparts pada satu waktu.
Linknya:


Si pemilik situs ini (entah siapa) terlihat sangat rajin dalam me-record segala aktivitas yang menyangkut pemeliharaan Panda-nya. Ter-arsip dengan rapih, dari tahun ke tahun. [Bisa di-klik tautan tahun demi tahun pada situs tersebut.]



Situs ini ditunjang dengan gambar-gambar yang bersih, sehingga bikin enak dilihat.
[Kalo diperhatikan sekilas, style-nya mirip dengan blog Marzo, yaitu yang empunya situs nggak pernah kelihatan wajahnya di foto-foto yang terpajang. Hehe….]

Ngomong-ngomong. Jangan tanya apakah saya mengerti konten situs ini atau tidak.
Tulisan kanji saya nggak ngerti sama sekali.
Jadi kita sama-sama pakai google translate saja-lah, ya….  Hehe….

////

Thursday, May 31, 2018

Masalah Aki

Awal bulan Mei ini ada sebuah euforia kegembiraan, akibat terdengarnya lagi deru mesin Marzo di halaman rumah setelah “mute” selama ber-minggu-minggu (Sebenarnya sih “berbulan-bulan”….  hehe….).

***

Saking lamanya, saya sampai lupa, kapan terakhir kali memanaskan mesin. Januari? Februari?
Pastinya, saat kali pertama mencoba men-starter, yaitu pada sekitar akhir Maret, nggak mau hidup sama sekali.

Seperti biasa, tertuduh utama adalah aki.
Setelah di-charge ber-ulang-ulang pakai alat sendiri, dan pernah sekali dibawa ke tukang cas aki, masih belum berhasil hidup juga. Jadi heran, aki umur baru setahun kok sudah mati?
Tuduhan sempat juga beralih ke yang lain. Tetapi malah jadi bingung sendiri untuk menentukan penyebabnya. CDI-nya? Atau, dinamo starter? Ujung-ujungnya bisa berakhir ke duit juga.....

Pada akhirnya, saya mengikuti saran dari Ryan, seorang tetangga yang baik hati yang pernah membantu saya nge-bleeding rem, yaitu mengganti air aki.
Nggak terlalu berharap banyak sebetulnya, tetapi tetap saya lakukan, karena untuk beli aki yang baru, hati (dan dompet) masih terasa berat. Selain itu juga, hitung-hitung buat nambah pengalaman baru.

Langkah-langkah pekerjaannya banyak terdapat di yutub. Ringkasnya begini:
1.    Air aki lama dikuras habis
2.    Dikocok beberapa kali dengan air panas.
3.    Aki diisi kembali dengan air accu zur.
4.    Aki di-cas.

Saya beli air accu zur sebanyak 3 botol ukuran 1000ml. Terpakai lebih kurang dua setengahnya, atau 2.5 liter.


Selama memakai alat Automac, sepertinya baru kali ini saya melihat warna lampu indikator biru menyala sendirian. Biasanya, lampu indikator warna merah di sebelahnya masih menyala remang-remang.


Jadi timbul rasa optimis.
Saking antunsias-nya, aki langsung saya coba walau di-cas belum terlalu lama. Ternyata, mesin masih belum bisa hidup.
Aki di cas lagi, dengan lama waktu lebih lama. Di atas 12 jam.
Setelahnya, dicoba lagi.  YES!

Alhamdulillah.

***
Kegembiraan ternyata tidak berlangsung lama karena satu hal.
Mesin dengan segera saya matikan, setelah melihat ada tetesan bensin jatuh di posisi sedikit di atas alternator.
Alhamdulillah ‘ala kulli hal. Nyaris saja……. nyaris….nyaris….
Cukup beruntung, kotak filter udara sedang saya lepas saat itu (biasanya nggak pernah dilepas), sehingga kejadian ini bisa langsung ketahuan.


Setelah ditelusuri, bensin merembes keluar dari hubungan selang dengan karbu.

Saya pernah baca (mungkin) di milis, ada Fiater yang pernah punya pengalaman serupa. Nyaris jadi musibah.
Anyway. Posisi selang berisi bensin melintang di atas alternator memang agak beresiko.

***


Setelah dilepas, selang dipotong sedikit dan dirapihkan potongannya, kemudian dipasang lagi dan dikencangkan klem-nya.
Sampai tulisan ini dibuat, alhamdulillah, bensin tidak merembes keluar lagi.

////

Monday, April 30, 2018

Masalah Pipa Rem Belakang (2)

Sekitar dua minggu setelah awal kejadian, atau seminggu setelah pipa rem baru patah, baru terpikir untuk cari suku cadang bekas di tempat cak Fahri di Parung.
Setelah saya kontak, dan dijawab bahwa barangnya ada, maka pada akhir pekan itu, meluncurlah saya hingga sampai di lapaknya.
Ini kali pertama saya menginjakkan kaki di tempat semacam ini, yang di luar sono biasa disebut sebagai “scrap yard”.


Nama Cak Fahri (dan Warung Fiat, atau “Waryat”) itu sendiri cukup kondang di komunitas Fiat. Sebagai penyedia suku cadang copotan dari -khusus- mobil-mobil Fiat yang disudahi umurnya. "Dikampak”, begitu istilahnya.

Sayangnya, cak Fahri saat itu lagi nggak di tempat. Tetapi sudah men-delegasikan urusan saya tersebut ke keponakannya.
Ada dua set kaki-kaki belakang yang ditunjukkan ke saya. Masih komplit dengan tromol dan pipa remnya. Entah dari mobil kepunyaan siapa. Mobil yang bernasib malang ….

Ternyata, kejadiannya hampir sama dengan yang saya alami, yaitu mur konektor susah dilepas.
Sehingga, saya putuskan untuk mem-pending urusan ini dan balik pulang saja.
[Eh, saat itu saya nggak terpikir untuk ambil-ambil foto. Saking sibuknya nontonin orang mencoba melepas pipa rem].

Seminggu setelahnya, Parung saya datangi kembali. Sebelumnya, sudah dapat kabar gembira dulu bahwa pipa rem tersebut sudah berhasil dilepas.

Kali ini ketemu cak Fahri-nya langsung. Ngobrol-ngobrol dulu sekitar satu jam-an kurang.
Ditawari juga pipa rem panjang yang menuju ke roda belakang kiri.
Ya sudah, sekalian saja. Walaupun saat ini lagi nggak perlu.



Alhamdulillah.
Pipa rem belakang kanan terpasang kembali.


////

Saturday, March 10, 2018

Masalah Pipa Rem Belakang

Ketika mencoba melepas silinder rem roda belakang kanan, sekitar sebulan yang lalu, saya malah jadi punya urusan dengan mur konektor pipa remnya.


Akibat keasikan muter-muter mur dengan kunci pas dan nepel, saya telat menyadari kalau obyek yang diputar ternyata tidak ikut berputar.
Wah…. masalah nih….. 
Langsung terhenyak setelah tahu mur sudah terlanjur dol. Potongan penampang segi enam sudah berubah nyaris menjadi lingkaran.

Si silinder rem akhirnya dilepas segelondongan bersama pipa remnya, setelah terlebih dahulu ujung pipa rem yang satunya lagi dilepas dari percabangan pipa. Untungnya, panjang pipa rem hanya 40 cm.




Sudah di-dismantle kayak begitu-pun, dan disemprot we-de-pat-puluh, tetap saja si mur konektor itu susah untuk dilepas.


Nggak ada jalan lain, selain mengganti pipa rem tersebut, komplit dengan dua konektornya.
Solusi praktisnya adalah mencari pipa rem universal yang dijual meteran.
Saya beli dengan ukuran panjang setengah meter. Lebih panjang sepuluh senti dari panjang pipa aslinya.


Sejak awal, sudah agak kurang ‘sreg’ dengan bentuk ujung pipanya yang nggak sama dengan pipa ori. Bahkan, aneh-nya, kedua ujung pipa rem baru tersebut tidak sama satu sama lain. Dan, saya sangsi dengan salah satu ujungnya tersebut, yang terkesan ujung pipa hanya di-megar-kan begitu saja.
[Setelahnya, baru tahu kalo hal ini ada istilahnya. Namanya, “flare” atau “flaring”.  Tukang AC yang saya tanya, menyebutnya sebagai “plering”, pakai “p” bukan “f”. Hehe….]




Sebelum di-bending, coba dipasang dulu ke percabangan. Memang terasa kendor. Nggak sekencang seperti koneksi pipa ori-nya.
Feeling saya, kalo pipa baru ini dipasang, bakalan rembes.
Tapi gak ada pilihan. Saya tetap teruskan pasang pipa rem ini.

Pertama, pipa mesti dibentuk dulu lekukannya sesuai kondisi jalur yang dilintas.
Ditekuk-tekuk pakai tangan, masih bisa. Sesekali pakai bantuan kanvas rem.
[Setelahnya, saya baru tahu kalo nge-bending pipa rem ternyata ada alatnya].



Sampai satu saat, ada lekukan tanggung. Maksudnya biar cepat, maka saya bengkok-in pakai bantuan tang. Hasilnya, bentuk lekukan malah jadi terlalu patah, bukan lengkung.

Ctak!  Pipa rem beneran jadi patah, ketika bending-an hasil tang tersebut saya coba normalkan dengan tangan.


Wah...... masalah lagi….


***
Beberapa hal yang baru dipikirin setelah kejadian;
1.    Kalo mau lebih rapi dan yakin, buat template lekukan terlebih dahulu dengan bahan lain, misalnya kawat.
2.    Beli pipa rem jangan nge-pas jumlahnya. Beli lebih sebagai cadangan.

////

Monday, February 12, 2018

Seputar Paket Kiriman

Mensiasati kebutuhan suku cadang, mesti realistis, dan juga pragmatis.
Nggak ada waktu untuk mencari ke sana-sini, maka beli online jadi pilihan. Baik itu lokal-an, atau ebay-an.
Lama-lama jadi biasa.
Orang-orang di rumah, begitu juga satpam di kantor, juga jadi terbiasa kalo ada datang paket kiriman atas nama saya. Hehe…

Serba-serbi seputar paket yang diterima itu sendiri juga bisa dijadikan cerita.

Seperti, pada bulan Januari kemarin, ada tiga paket kiriman yang bikin saya takjub.

Pertama, paket berukuran panjang 24 cm, lebar 15 cm, dan tinggi 11 cm.


Awalnya, saya sempat merasa aneh dan sedikit nggak percaya.

Perasaan, saya cuman memesan barang yang ukurannya relatif kecil. Tapi kok kardusnya besar banget ya?



Setelah dibuka, memang benar ini pesanan saya.
“Cuma” satu buah kunci nepel. Haha...
Ruang kosong diisi plastik gelembung udara dan katalog. 

Kedua, paket dari luar.
Nggak ada yang aneh soal ukuran. Karena sesuai dengan bayangan saya akan ukuran barang yang dipesan.

Tetapi…..  kirimnya pakai perangko!  Masya Allah


Berjarak dua minggu kemudian, datang satu paket lagi. Juga, pakai perangko.


Di luar sana, perangko sepertinya masih lebih eksis, dibandingkan dengan di sini.

Penampakannya jadi mengingatkan saya akan hobi lama sebagai filatelis.

////