Tuesday, July 22, 2014

Tentang Roof Rack

Waktu mengangkat Marzo dulu, saya di-hibah-i satu set roof rack oleh pak Bambang, pemilik sebelumnya.
Pertama kali yang diberikan adalah kardusnya dulu. Tentu, bersama isinya.






Belum mudeng waktu itu. Fungsi benda2 yang ada di dalam kardus ini untuk apa?
Walau di dalamnya ada gambar petunjuk, tapi tetap saja nggak pengaruh.

Baru paham setelah barang-barangnya komplit, yaitu setelah besi selonjorannya saya ambil di rumah beliau di kawasan Pamulang.




Thule, dari Swedia.
Peruntukkannya memang untuk Marzo dan kawan-kawannya.
Kata pak Bambang, ini dibeli oleh adiknya, bu Wati, dari Belanda.

Kalo dibandingkan dengan roof rack mobil-mobil anyar, emang kelihatan kuno disainnya.
Selain itu, warnanya juga nggak cerah karena faktor usia. Di-pilox aja? Hush! Jangan. Ntar jadi nggak ori dong…

Apapun kondisinya, saya cukup senang mendapat hadiah benda seperti ini.
Saya pikir, di Indo mungkin yang punya model semacam  ini cuman saya... hehe... ge-er..  
[sssst… sudah ada dua orang yang ngantri dan ngincer, kalo roof rack ini mau saya lepas….]

Roof rack ini biasanya saya pasang pas hari-hari kayak sekarang ini nih, pas mau dikit lagi Lebaran. Biar terkesan mau mudik, padahal sih gak kemana-mana. Hehe…

Dilepas kalo sudah beberapa minggu kemudian. Mungkin malah bisa lebih cepat lagi. Seperti misalnya, pernah kening saya kejedot ujung framenya. Daripada bikin celaka untuk kedua kalinya, segera saja roof rack saya lepas. Lumayan juga bikin kepala saya jadi nyut..nyut...nyut...  .

Jadi, di hari-hari seputar Lebaran, roof rack ini ikut wara-wiri ke sana ke mari.

Saya masih teringat, waktu lebaran tahun hijriah kapan, ketika silaturahmi ke rumah ncang Wi di pasar minggu, Ibu (demikian kami memanggil istri ncang Wi) sampai terbengong-bengong melihat Marzo terpasang roof rack.
“Emang si ipul mau mudik ke mana, yak?”, tanyanya dengan logat betawi khasnya.  :)

Jelas aja si Ibu bingung. Di keluarga besar istri yang betawi tulen, saya kan sudah ngetop kalo gak pernah pulang mudik kalo lebaran. Emangnya mau mudik ke mana?  Hehehe….


////

Sunday, July 6, 2014

Ganti Oli Transmisi

Saya amati lewat surat-surat lawas di milis, sepertinya para Fiater dalam mengganti oli mobilnya cenderung dilakukan sendiri.

Susah nggak sih? 
“Gampang”, jawab pak Harinoeg.
“Seumur-umur saya ganti sendiri oli mesin dan girbox… “, ini statemennya pak ABS. 

Hmmm….
Gara-gara mereka berdua, saya jadi punya motivasi sendiri buat ngelakuin pekerjaan ini. Okeh!

Jadi, cerita ringan saya kali ini adalah tentang penggantian oli transmisi, yang sudah saya kerjakan pada hari Jum’at dan Sabtu satu minggu yang lalu.

Sebenarnya ini pekerjaan yang tertunda cukup lama.
Karena oli, baik untuk mesin maupun untuk transmisi, sudah saya beli sejak pertengahan Oktober 2013. Saya pilih Prima XP SAE 20W-50 dan Rored EPA90, dengan harga saat itu Rp.139000 dan Rp.123500, untuk masing-masing kemasan 4 liter, di spbu pertamina terdekat dari rumah.

 

Mengganti oli mesin, berikut saringan/filter-nya, sudah saya lakukan dua minggu setelah pembelian. Seharusnya, langsung dilanjutkan dengan mengganti oli transmisi.
Tapi, karena saat itu sudah sore menjelang malam, saya tunda untuk dikerjakan kapan-kapan (eh, nggak tahunya malah kelamaan).
Plus, jujur saja, saat itu saya belum tahu posisi persis lubang buat menguras dan mengisi oli transmisi tersebut… hehe….

Metode pengisian juga jadi bahan pikiran. Maklum… newbie…. :)
Umumnya orang memakai corong dan selang. Ada juga yang memakai pompa.
Cara yang lain, dengan memakai kantong plastik, seperti yang pernah saya lihat melalui foto di blog multiply-nya Relub.
Apapun metodenya, sampai hari H saya belum tahu mau ngisinya pakai cara apa. Yo wis, yang penting dikuras dulu. Soal ngisinya bagaimana, dipikir lagi saja sambil jalan.

Maka, sebelum pergi Jum’at-an, ada kesempatan untuk menguras, karena mobil baru saja dipakai paginya untuk suatu urusan. Saya pakai nasehatnya pak ABS, agar mendiamkan dulu lebih dari 10 jam setelah dikuras.  Jadi untuk pengisian, saya lakukan besoknya saja.

Timses pun dikumpulkan. Dongkrak, jack stand, kunci L pembuka penutup lubang, kaleng buat wadah oli bekas, kertas dan koran buat alas tidur-tiduran alias ngolong, dan lap.

Mobil didongkrak dulu. Pasang jackstand.


Nah... setelah diangkat, jadi kelihatan jelas, posisi lubang untuk menguras dan untuk mengisi.


Penutup lubang penguras dibuka. [Harusnya pake sarung tangan nih…]. Kaleng wadah siap-siap ditaruh di bawah posisi lubang.


Currrrrrr.............. oli keluar deras.

[Fotonya nggak ada.. hehe...]


Proses pengurasan selesai.


Okeh. Saya tinggal dulu buat jum’at-an dan masuk kerja. Soalnya saya cuti kerja setengah hari.

Esoknya, Sabtu pagi yang cerah.
Hmmm…. Saya masih belum punya ide, bagaimana cara mengisinya.
Akhirnya, saya putuskan pakai cara yang umum saja, corong dan selang.
Manfaatkan barang yang ada di rumah.
Ada corong kecil yang biasa saya pakai buat isi bensin ke botol.
Selang ada yang panjang. Tapi kalo harus motong, sayang juga ya…hmmm…
Bongkar-bongkar di dapur, eh nemu potongan selang kecil. Mantap….

Setelah dibersihkan, dipasang di posisinya.
Jangan lupa, lubang penguras ditutup dulu.





Evaluasi buat mendatang. Mestinya beli oli yang satu literan saja nih. Jadi nggak perlu pakai acara mindah-mindahin oli dulu ke bejana yang lebih kecil. Juga, corongnya harus lebih besar.

Stoooooooop!
Oli sudah luber. Levelnya sudah tercapai.



Setelah lubang pengisi ditutup, dan semua alat dibereskan, pekerjaan ganti oli transmisi dinyatakan….   se-le-sai.  Pekerjaan mengganti oli ternyata memang mudah.

Sebagai penutup, biar nggak lupa, saya catat di sini angka spidometer saat oli diganti. Ganti oli mesin 223750, dan oli transmisi 224938.


////