Kalo ingat masa-masa awal, saat baru
mempunyai Marzo, terkadang
ada beberapa hal yang terasa konyol kalau dipikirin pada saat ini, atau dipikirin
saat baru mengetahui hal
yang sebenarnya.
Salah satunya, soal rem tangan.
Sebelum berpindah tangan, pak Bambang
memang sudah menjelaskan kalo rem tangan nggak bisa dipakai, karena kabelnya
putus. Ngakunya sih, putus setelah ngebetulin knalpot.
Kemudian, memang dasarnya karena masih
newbie, dengan tanpa beban Marzo sempat saya bawa kemana-mana dengan kondisi
tanpa rem tangan.
Pikiran simpel saya waktu itu adalah, pak Bambang
saja bisa membawanya dari rumahnya di Pamulang ke tempat serah terima di Perdatam, kok saya nggak bisa.
Memang, terkadang urusan terasa jadi lebih mudah kalo dijalankan tanpa
beban.
Setidaknya kondisi “hand brake-less” dialami selama
beberapa minggu, sebelum akhirnya “ditepikan” di bengkel empang.
Setelah dibetulin om Chandra, maka rem tangan jadi
berfungsi.
Tapi, konyolnya, saya malah nggak atau belum tahu cara
mempergunakannya. Sebatas tahu hanya untuk kepentingan parkir saja.
Ketika perjalanan pulang dari bengkel ke rumah dan
ber-macet-macet “nggak ria” di tanjakan (yang sebenarnya landai tapi panjang)
di jalan Haji Juanda selepas Cirendeu menuju Lebak Bulus, asli, itu benar-benar
menjadi satu sore yang mencekam, di tengah suasana hujan gerimis yang agak
lebat.
Berulang kali Marzo ngesot, karena saya tidak tahu
cara mengkombinasikan antara gigi satu,
rem kaki, rem tangan dan gas. Sampai-sampai mobil di belakang memberi jarak
agak jauh dan nggak mau dekat-dekat. Sepertinya dia khawatir dengan gerak-gerik
Marzo yang “mencurigakan”. Hehehe...
Alhamdulillah. Saya sampai dengan selamat sampai di
rumah.
Setelahnya, hal yang pertama saya tanyakan ke saudara ipar waktu kami ketemu adalah bagaimana cara menggunakan rem tangan, terutama saat keadaan macet di
tanjakan.
Gumaman manusiawi-pun muncul, “Oooh.... begitu
caranya.... “.
Yah... maklumlah...
Namanya juga masih newbie.... hehehe...
////